Akal Bulus Sejumlah Oknum Kades Karbitan Tilep Dana Desa

Praktik seperti ini jelas melanggar Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang menegaskan dana desa hanya untuk kegiatan yang tercantum dalam RKPDes dan APBDes.

Birokrasi Pengawas yang Lemah dan “Mata Tertutup”

Penyelewengan ini tak mungkin terjadi tanpa “restu diam” dari birokrasi di atasnya. Sebagian aparat kecamatan dan dinas teknis di kabupaten acap kali menutup mata, asalkan administrasi lengkap di atas kertas. Padahal substansi pembangunan jelas timpang.

Bacaan Lainnya

Dalam audit tematik yang dilakukan BPK RI pada semester I 2025, ditemukan 78 desa di Jawa Barat dengan penyimpangan administratif dan indikasi kerugian negara total mencapai Rp18,7 miliar.

Namun penindakan berhenti di tingkat “rekomendasi pengembalian”, bukan pidana. Inilah yang membuat efek jera tak pernah tumbuh.

“Selama sanksinya hanya administratif, moral hazard akan terus subur,” ujar pengamat kebijakan publik dari Unpad, Dr. Edi Kurniawan. “Banyak kades tahu betul cara bermain di wilayah abu-abu hukum itu.”

Konstruksi Baru Pengawasan: Dari Desa ke Integritas

Fenomena ini bukan sekadar soal korupsi kecil di desa, tapi refleksi besar lemahnya ekosistem pengawasan.

Ketika kades karbitan memanfaatkan sistem untuk kepentingan pribadi, berarti ada sistem yang membiarkan.

Solusinya bukan sekadar menambah audit, tapi memperkuat partisipasi warga dan transparansi digital berbasis bukti nyata (foto, lokasi, progres waktu) yang bisa diakses publik.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebenarnya telah menggulirkan program “Desa Juara Transparan”, namun tanpa dukungan budaya integritas di akar rumput, program itu hanya jadi spanduk.

Penggerak lokal, LSM, dan jurnalis desa harus dilibatkan sebagai mitra kontrol sosial, bukan musuh.

Bara di Tengah Sawah

Kini masyarakat desa mulai cerdas membaca gelagat. Mereka tahu kapan proyek dikerjakan sungguh-sungguh dan kapan hanya “asal tampil di laporan”.

Namun keberanian melapor masih lemah, karena takut terhadap figur kepala desa yang punya kuasa administratif dan sosial.

Sebagaimana dikatakan beberapa tokoh masyarakat di Sumedang, Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya:

“Kami ingin desa maju, bukan kadesnya yang maju ke luar negeri pakai uang desa.”

Kalimat itu menyentil, sekaligus menggambarkan kelelahan warga yang muak dengan manipulasi berlapis.

Dana Desa sejatinya adalah darah pembangunan  tapi bila darah itu dicuri oleh akal bulus oknum kades karbitan, maka yang mengalir di tubuh desa bukan lagi kehidupan, melainkan penyakit kronis bernama ketamakan.

Dan ketika penyimpangan dianggap kelaziman, maka “pembangunan” hanya jadi dalih indah untuk menutupi borok yang bernanah.

Jawa Barat layak dijadikan barometer nasional penyelewengan gaya baru: penyelewengan yang tersenyum dalam rapat, berfoto dalam laporan, dan rapi dalam sistem  tapi busuk dalam niat.

Jika tidak segera dibersihkan dengan integritas dan partisipasi publik, Dana Desa akan terus jadi lahan empuk bagi kades karbitan yang menjadikan kekuasaan sebagai ladang pribadi.

Ingat kawan, beras yang kita makan hari ini, bukan padi hasil panen tadi pagi.

(djohar)

Pos terkait