Investasi di pasar modal memungkinkan investor melakukan diversifikasi sebagai manajemen risiko, karena ada banyak jenis instrumen di pasar modal. Satu jenis investasi saja, yaitu saham, tercatat sebanyak 943 saham sampai dengan Desember 2024 di BEI. Strategi diversifikasi membantu mengurangi risiko jika harga salah satu aset turun, karena investor memiliki eksposur terhadap berbagai sektor dan instrumen.
Menurut Achmad, selain saham dan obligasi, instrumen reksa dana dan ETF memberikan akses ke portofolio yang terdiversifikasi, dan dikelola oleh profesional yaitu manajer investasi. Manajer investasi memiliki strategi diversifikasi yang baik untuk memastikan investasi tetap tumbuh meskipun tetap memiliki risiko sesuai jenis reksa dananya.
“Investor dapat memilih instrumen yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan keuangan mereka. Ada beberapa tipe investor, yaitu agresif, moderat, dan konvensional. Investor agresif adalah investor yang berani mengambil risiko tinggi, dengan potensi keuntungan yang besar pula. Pilihan untuk investor agresif adalah saham dan ETF dengan pertumbuhan tinggi,” paparnya.
Dengan strategi investasi yang tepat, seseorang dapat membangun portofolio yang cukup besar untuk membiayai kehidupan di masa pensiun tanpa bergantung pada gaji atau anak-anak mereka. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki portofolio investasi senilai Rp5 miliar dan mengadopsi strategi penarikan 4% per tahun, maka ia dapat menarik sekitar Rp200 juta per tahun tanpa menghabiskan modal pokoknya. Namun, strategi ini perlu dikombinasikan dengan evaluasi berkala untuk memastikan portofolio tetap tumbuh di atas inflasi.
“Investasi di pasar modal adalah langkah penting dalam membangun kebebasan finansial, yang memungkinkan pertumbuhan aset, pendapatan pasif, dan perlindungan terhadap inflasi. Dengan kedisiplinan, pemahaman dengan kondisi terkini, serta berorientasi jangka panjang, pasar modal dapat menjadi alat utama dalam mewujudkan kebebasan finansial,” pungkas Achmad.