PALEMBANG, Faktaindonesianews.com — Mantan Wakil Wali Kota Palembang periode 2016–2023, Fitrianti Agustinda, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun 2020–2023. Fitrianti ditahan selama 20 hari ke depan di Lapas Perempuan Palembang.
Penetapan status hukum ini diumumkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, usai pemeriksaan yang berlangsung lebih dari sembilan jam pada Selasa (8/4).
“Ditemukan dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP. Maka, pada hari ini, tim penyidik telah menetapkan FA sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah PMI Kota Palembang,” ujar Hutamrin kepada awak media.
Dalam kasus ini, Fitrianti ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Ketua PMI Palembang periode 2019–2024. Selain dirinya, penyidik juga menetapkan Dedi, pihak lain yang terlibat, sebagai tersangka. Dedi kini ditahan di Lapas Pakjo Palembang.
Menurut Kejari Palembang, modus dugaan korupsi ini terkait penyalahgunaan dana pengelolaan biaya pengolahan darah yang tidak sesuai ketentuan. “Penggunaan dana tidak sesuai ketentuan dan menimbulkan potensi kerugian negara,” tegas Hutamrin. Namun, besaran pasti kerugian negara masih menunggu hasil audit BPKP.
Fitrianti dan Dedi dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Jaksa menegaskan akan menindaklanjuti perkara ini secara profesional dengan tetap menjunjung azas praduga tak bersalah.
Menanggapi status tersangkanya, Fitrianti membantah bahwa dana hibah PMI digunakan untuk hal yang merugikan negara. “Tolong dicatat, tidak ada dana hibah yang merugikan negara dan itu sudah dihitung oleh BPKP,” ucapnya singkat.
Kasus yang menjerat Fitrianti Agustinda memperlihatkan bahwa transparansi dalam pengelolaan dana sosial menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Penahanan ini menjadi sinyal kuat bahwa lembaga kejaksaan tak segan menindak siapapun yang diduga menyalahgunakan keuangan negara, termasuk tokoh publik. Publik kini menantikan hasil audit dan perkembangan penyidikan yang akan menentukan arah proses hukum selanjutnya.