Jakarta, Faktaindonesianews.com — Putri Presiden ke-2 Republik Indonesia, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, menyambut baik usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mendiang ayahnya, Soeharto. Titiek yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI, menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya atas wacana tersebut.
“Alhamdulillah, terima kasih. Kalau terealisasi, alhamdulillah,” ujar Titiek Soeharto usai mengikuti acara pelepasliaran satwa penyu dilindungi di Pantai Saba, Kabupaten Gianyar, Bali, pada Senin (27/10) sore. Ia menambahkan, “Harapan yang terbaik saja,” sembari tersenyum kepada awak media.
Namun, usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto ternyata menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menolak wacana tersebut karena menilai Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan. Alasan utama penolakan tersebut adalah rekam jejak kepemimpinan Soeharto yang dinilai otoriter, serta berbagai kasus pelanggaran HAM dan dugaan korupsi yang terjadi selama masa pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun.
Dari sisi politik, kritik juga datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning, mempertanyakan dasar penilaian untuk memberi Soeharto gelar pahlawan. “Pahlawan apa yang membunuh jutaan rakyat tak bersalah? Apa pantas dikasih gelar pahlawan?” ujarnya ketika dihubungi wartawan, Kamis (23/10).
Sementara itu, Partai Golkar—partai yang pernah menjadi basis politik Soeharto—menilai perdebatan ini adalah hal yang wajar. Sekretaris Jenderal Golkar, Muhammad Sarmuji, mengatakan bahwa setiap tokoh besar pasti memiliki sisi yang menimbulkan pro dan kontra. “Perbedaan pandangan itu wajar, tetapi jangan sampai menegasikan jasa-jasa besar Pak Harto dalam membangun Indonesia,” katanya, Selasa (21/10).
Diketahui, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) telah menyerahkan daftar 40 tokoh yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta Pusat, pada 21 Oktober lalu.






