Jakarta, Faktaindonesianews.com – Seorang remaja Palestina berusia 14 tahun bernama Omar Mohammad Rabea tewas ditembak tentara Israel di pintu masuk kota Turmus Ayya, Tepi Barat, Minggu (6/4). Rabea, yang juga berkewarganegaraan Amerika Serikat, menjadi korban dalam insiden yang memicu kecaman luas dari otoritas Palestina.
Menurut Wali Kota Turmus Ayya, Adeeb Lafi, penembakan dilakukan oleh seorang pemukim Israel, yang juga melukai dua remaja lain dalam insiden tersebut. “Remaja itu tidak bersenjata. Penembakan ini jelas merupakan pelanggaran,” ujar Lafi dalam keterangannya.
Sementara itu, militer Israel membela tindakan tersebut. Dalam pernyataan resminya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim Rabea dan teman-temannya melempar batu ke jalan raya yang dilewati warga sipil. “Tentara melepaskan tembakan ke arah mereka yang membahayakan warga sipil, menewaskan satu orang dan mengenai dua lainnya,” kata juru bicara IDF.
Kementerian Luar Negeri Palestina menyebut insiden ini sebagai “pembunuhan di luar hukum”, yang mencerminkan kebijakan kekebalan hukum Israel terhadap pelanggaran di wilayah pendudukan. Mereka menegaskan bahwa kejadian ini menjadi bagian dari pola kekerasan yang terus meningkat di Tepi Barat.
“Ini adalah konsekuensi dari kekebalan hukum yang diberikan kepada Israel, yang terus melakukan kekerasan tanpa pertanggungjawaban,” tegas pernyataan resmi Kemenlu Palestina.
Reuters melaporkan bahwa penembakan terhadap Rabea merupakan bagian dari gelombang kekerasan yang hampir terjadi setiap hari sejak Perang Gaza pecah pada Oktober 2023. Ketegangan semakin meningkat setelah militer Israel melancarkan apa yang mereka sebut sebagai “operasi militer skala besar” di Tepi Barat, untuk memburu pejuang kemerdekaan Palestina.
Operasi itu mencakup penggerebekan ke desa-desa Badui dan kawasan pemukiman Palestina yang dianggap sebagai basis perlawanan. Kelompok Hamas, meski berbasis di Gaza, disebut telah memperluas pengaruhnya ke wilayah Tepi Barat, yang selama ini dikontrol faksi Fatah.
Sementara itu, sanksi internasional terhadap pemukim Israel sempat diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden, namun kemudian dicabut oleh Gedung Putih saat era Donald Trump. Hal ini dinilai banyak pihak sebagai penyebab memburuknya situasi keamanan di Tepi Barat.
Penembakan terhadap Omar Rabea menambah panjang daftar korban dari konflik Israel-Palestina yang tak kunjung reda. Kecaman internasional terhadap tindakan militer Israel terus berdatangan, namun tanpa kejelasan hukum dan tekanan diplomatik yang tegas, potensi kekerasan serupa masih sangat mungkin terjadi di masa mendatang.